Pria Ini Setia Jaga Mercusuar Batas RI-Australia meski Tanpa Upah


Kisah-kisah heroik nan inspiratif sering muncul dari daerah perbatasan Indonesia yang menjadi garis penanda batas antara wilayah kekuasaan NKRI dengan negara lain. Kisah ini tak hanya datang dari kalangan militer, tapi juga masyarakat sipil yang juga berada di sana.
Seperti juga pengabdian seorang pria yang berpuluh tahun tetap setia menjaga mercusuar atau menara suar di Desa Eliasa, Kecamatan Selaru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Provinsi Maluku. Menara suar yang berada di Desa Eliasa, Pulau Selaru ini merupakan tapal batas antara RI-Australia. 
Letak pulau Selaru
Bekerja sukarela
Elkana Amarduan, warga Desa Eliasa, merupakan pria yang setia menjaga menara suar atau mercusuar Eliasa. Ia telah menginvestasikan waktunya bertahun-tahun untuk merawat dan menjaga mercusuar ini demi memantau pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan bagian timur Indonesia.  
Sejak tahun 1997, Ely panggilan akrab sosok pria hebat ini, merawat dan menjaga mercusuar. Luar biasanya lagi, lelaki berusia 62 ini, hingga kini tidak pernah menerima upah, sosok pahlawan tanpa jasa yang dilupakan oleh banyak orang maupun negaranya sendiri.
Elkana Amardua/ngopibareng.id 
"Sudah 22 tahun saya jaga dua aset negara ini, mercusuar dan tapal batas, tanpa digaji baik dari pemerintah desa maupun pihak mana saja," ujar Eli, seperti dikutip dari Antara, (8/5/2019).
Walaupun tidak diberi upah atas jasanya, Ely mengaku tetap rela dan ikhlas mengerjakan pekerjaannya ini demi kepentingan bangsa dan negara tercinta. "Saya rela lakukan pekerjaan ini demi kepentingan bangsa dan negara," akunya. 
Mercusuar dibangun di tanah milik pribadi
Tak hanya itu, menara yang dibangun pada zaman Jepang, lalu di direnovasi oleh Kementerian Perhubungan RI pada tahun 1996-1997 dan pada 17 Agustus 2003 menara tersebut diresmikan oleh Panglima Komando Daerah Militer XVI/Pattimura ini dibangun diatas tanah milik Elkana Amarduan. 
Jadi, menurut Ely sudah selayaknya ia yang menjaga menara ini karena tempat berdirinya menara suar itu ada di tanah miliknya. Namun hingga kini belum ada proses pembebasan lahan dari pemerintah terhadap tanah miliknya itu.  
antaranews.com
Mereka hanya diberikan uang sebesar Rp. 50.000 per tiga desa (Desa Lingat, Werain dan Eliasa) sebagai uang natzar adat (Uang Sirih Pinang) dalam acara prosesi adat sebelum membangun menara tersebut.
Dia berharap pemerintah segera melakukan pembebasan lahan terhadap tanah miliknya itu supaya ada bentuk kejelasan status hukum bagi tanah mereka yang telah digunakan untuk membangun menara suar tersebut. 
Keindahan dari menara suar desa Eliasa
Nama desa Eliasa memang identik dengan menara mercusuar yang dijaga Ely. Jika kita menaiki mercusuar ini maka dari atas menara itu, kita bisa melihat siluet Kota Darwin (Australia) ketika air laut tengah surut.
Di lokasi menara ini juga dibangun beberapa gazebo yang bisa digunakan untuk duduk santai menikmati semilirnya angin pantai. Gazebo ini dibangun oleh majelis gereja setempat atas koordinasi bersama dengan pemerintah desa.
mercusuar di desa Eliasa/tribunnews.com
Kunci mercusuar ditarik
Kepala Dusun Eliasa sendiri yang memberikan tanggung jawab kepada dirinya utnuk menjaga menara setinggi 35 meter tersebut. Namun di lain sisi, di tahun 2019, Pemerintah Desa Eliasa berencana akan menarik kunci suar tersebut dari Ely dan menghargainya dengan upah menjual karcis.
Meski masih belum rela, Ely berharap sedikit perhatian pemerintah atas jerih lelahnya selama puluhan tahun. Apalagi aset negara itu dibangun di atas lahan (dusun) miliknya di Maluku. 
jembatan yang menghubungkan Pulau Larat, Yamdema dan Selaru/KemenPU
"Insyaallah jika memang terjawab seperti itu. Tapi kalau dari pemerintah baik dari Kabupaten sampai ke pusat tidak perhatikan juga. Biarlah saya bertahan apa adanya. Sebab menara ini dibangun diatas petuanan dan di dalam dusun saya," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Desa Eliasa Thomas Entamoi, mengaku telah berencana akan menarik kunci dari Elkana demi memudahkan jika ada kunjungan.
Dalam beberapa kali pertemuan sudah diputuskan untuk ambil kunci dengan pertimbangan dibuat karcis dari desa lalu dipercayakan kepada Ely untuk menjual kepada para pengunjung. Rencananya, pemberlakuan karcis itu mulai berjalan di awal Mei 2019 lalu.